Rehabilitasi Jantung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Rehabilitasi jantung adalah suatu program dimana pasien dengan penyakit jantung, kerjasama dengan tim kesehatan professional yang berasal dari multidisiplin ilmu, keluarga, dan masyarakat; guna mendukung dan mensuport pasien untuk mencapai dan mengatur kesehatan fisik dan psikososial yang optimal.
Program ini berisi tentang rekomendasi angka kejadian untuk rehabilitasi jantung yang terutama berhubungan dengan rehabilitasi pada miokard infark (MI), revaskularisasi koroner, serta kebutuhan rehabilitasi pada pasien dengan angina dan gagal jantung. Rehabilitasi jantung bisa dilakukan bersamaan dengan prevensi sekunder. Untuk memahami perbedaannya, harus diingat bahwa rehabilitasi jantung memfasilitasi penyembuhan sedangkan prevensi sekunder mencegah penyakit lebih lanjut.

B. Fase-fase rehabilitasi jantung
Merupakan hal yang penting untuk mengetahui 4 fase rehabilitasi jantung yang masing-masing mempresentasikan komponen perjalanan penyakit yang berbeda. Perawatan pasien, periode awal lepas RS, training exercise, dan follow up. Beberapa negara hanya menggunakan 3 fase, dengan menamakan fase periode awal lepas RS sebagai fase 2A dan training exercise sebagai fase 2B. berdasar pada masing masing fase dan terlepas dari rehabilitasi jantung mana yang dipilih, merupakan hal yang penting akan adanya intervensi pada pasien dan komunikasi yang baik dengan penyedia layanan spesial jantung, pelayanan primer, dan pelayanan komunitas. Fase-fase rehabilitasi jantung adalah sebagai berikut:
1. Fase 1
Fase 1 adalah fase perawatan pasien. Fase ini terutama terjadi selama perawatan dalam rumah sakit atau setelah terdapat “step change” pada kondisi pasien jantung (MI, angina, coronary heart disease (CHD), bedah jantung (angioplasty), gagal jantung). Selama fase eveluasi medis terdapat elemen-elemen kunci yang harus diperhatikan yaitu kepastian dan edukasi, koreksi terhadap kesalahpahaman konsep/gambaran penyakit jantung, assessment, factor resiko, mobilisasi dan rencana pemulangan pasien.
Merupakan hal yang biasa untuk melibatkan keluarga, teman/patner, dan perawat sejak stadium awal. Seorang perawat dapat meningkatkan pengetahuan pasien ataupun patnernya mengenai penyakit jantung, mengurangi kecemasan dan depresi yang digabungkan dengan perawatan rutin yang didapatkan pasien.
2. Fase 2
Fase 2 adalah fase dimana pasien merasa terisolasi dan tidak nyama/gelisah.Dukungan terhadap pasien dapat diberikan dengan “home visite”, kontak telpon,dan memperhatikan manfaat heart manual. Heart manual merupakan self help program bagi pasien untuk penyembuhan dari serangna jantung, mengurangi kecemasan, depresi, dan angka rata-rata kembali ke RS.
3. Fase 3
Fase tiga merupakan fase training exercise, dimana fase ini telah mencakup bentuk-bentuk program latihan terstruktur di RS, dengan mendukung edukasi dan psikologi serta informasi dan saran mengenai fakto resiko yang ada. Fase ini menunjukkan bahwa program antar komponen dapat dijalankan secara amandan lancar pada masyarkat.
4. Fase 4
Fase 4 meliputi pengaturan jangka panjang dari aktivitas fisik dan perubahan gaya hidup.

C. Perkembangan rehabilitasi medik
Program latihan rehabilitasi kardiak terus berkembang sejak British Cardiac Society Working Party Report menampilkan 99 program dan terus berkembang hingga mencapai 300 pada tahun 1997. Namun, perkembangan jumlah tersebut tidak diikuti oleh perkembangan kualitas. Program-program tersebut cenderung kekurangan sumber daya dan tidak mengikuti petunjuk nasional yang telah menjadi ketetapan. Suatu penelitian di Skotlandia selama tahun 2000 menunjukkan bahwa nilai median dari durasi dan frekuensi program exercise adalah 11 minggu (2x/minggu), sedangkan program edukasi diselenggarakan pada waktu yang terpisah dari kelas exercise,tergantung pada ketersediaan fasilitas. Program ini memiliki nilai median 6 minggu.

BAB II
INTERVENSI PSIKOLOGI DAN EDUKASI

Rehabilitasi jantung yang terkomprehensi meliputi exercise training dengan dukungan psikologi dan edukasi. Tujuan dari intervensi tersebut adalah untuk memfasilitasi pengembalian ke kehidupan normal dan mendukung pasien untuk menciptakan perubahan gaya hidup dengan tujuan mencegah kejadian/serangan yang akan datang. Dukungan edukasi dan psikologi juga diperlukan untuk menghadapi stress psikologis yang sering mengikuti kejadian myocard infarct (MI).
1. Prediktor Psikologis
Penelitian menunjukkan bahwa stress psikologis dan dukungan sosial yang rendah sangat mempengaruhi gejala yang timbul pasca MI, sehingga hal tersebut dapat digunakan sebagai prediktor luaran pasca MI. Stress psikologis juga merupakan prediktor penting dari pembiayaan RS pada kejadian penyakit jantung, yaitu pasien yang disertai stres psikologis menghabiskan rata-rata 4 kali biaya pasien nonstres. Depresi dan kecemasan juga memegang peranan penting pada etiologi CHD.
a. Depresi
Rata-rata prevalensi kejadian depresi pada pasien MI adalah 15-45%. Depresi dihubungkan mortalitas kardiak yaitu dengan mningkatkan angka mortalitas 3-4 kali lipat. Depresi biasa terjadi pada pasien dengan CHD dan dihubungkan dengan peningkatan resiko dari kejadian cardiacpada unstable angina.
b. Kecemasan
Tingkat kecemasan yang tinggi akan memberikan hasil perawatan medis yang kurang memuaskan. Pada unit perawatan coroner, tingkat kecemasan dihubungkan dengan peningkatan resiko sindrom coronary akut, dan aritmia setelah 12 bulan. Kecemasan juga akan meningkatkan angka kematian. Berdasarka hal tersebut maka pasien dengan penyakit koroner hendaknya melewati screening kecemasan dan depresi, umtuk perlunya dilakukan terapi psikologis.
c. Personality
Suatu penelitian menyatakan bahwa tipe kelakuan juga mengambil peranan, dimana disebutkan bahwa kelakuan yang agresif kompetitif, dan sikap yang bermusuhan (type A) merupakan faktor resiko independent dari CHD.
d. Cardiac Misconseption
Cardiac Misconseption merupakan kepercayaan yang salah tentang problem mengenai jantung yang sering menyebabkan masyarakat menjadi berlebihan dalam memberikan perhatian dan berespon tidak sebagaimana mestinya. Suatu penelitian menyatakan bahwa kapasitas fungsional pada 12 bulan paska MI sangat berhubungan dengan umur dan penyebab awal yang mempengaruhi. Penelitian lain menyatakan bahwa pasien angina pria lebih sering berhubungan denga angina dengan faktor yang lebih terkontrol daripada pasien wanita, dimana penyebab semakin tidak dapat dikontrol oleh pasien (misalnya merasa bahwa pekerjaan yang penuh stress menyebabkan MI) akan cenderung memiliki masalah untuk kembali bekerja, kembali pada fungsi sosial dan domestik, serta memiliki masalah seksual dan sedikitnya keinginan untuk mengikuti program rehabilitasi jantung. Untuk itu, seharusnya para petugas di bidang rehabilitasi jantung seharusnya mengidentifikasi dan memberi informasi serta meluruskan kepercayaan atau anggapan mengenai kesehatan dan misconception pada pasien dengan PJK.

2. Ukuran kesejahteraan Psikologis
Tidak ada consensus yang telah tercapai yang menyatakan adanya suatu alat sebagai ukuran kesejahteraan psikologis, namun yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah Hospital Anxietas and Depression Scale (HADS) yang meliputi 14 pertanyaan dengan subskala terpisah untuk anxietas dan depresi. Skor 0-7 : pada skala menunjukkan keadaan normal, 8-10 = borderline, >11 adanya indikasi klinis depresi/anxietas.
HADS seharusnya diulangi 6-12 minggu setelah kejadian /serangan karena waktu sangat menentukan kecemasan dan depresi, dimana symptom yang pesisten dari waktu ke waktu berhubungan dengan prognosis yang buruk dan membutuhkan terapi segera.

3. Keefektifan Intervensi Psikologis dan Edukasi
Intervensi Psikologis meliputi konseling individual dan group, managemen stres, relaksasi, psikoterapi grup, pendekatan kelakuan kognitif, seting tujuan, dan hipnoterapi.
Intervensi edukasi meliputi intervensi terhadap edukasi individual dan grup pada aspek dari CHD, diet yang sehat, pengurangan rokok,, hipertensi, olahraga, self monitoring,pemberian buklet tentang MI, saran kesehatan dan konseling vokasional.
a. Hasil di Bidang Kardiovaskuler
Analisis terhadap 8.988 pasien menunjukkan bahwa program rehabilitasi kardiak menghasilkan penurunan 34% mortalitas karena penyakit jantung dan 29% penurunan MI berulang. Study dengan respon terbesar terhadap intervensi menunjukkan penurunan terbesar pada mortalitas dan MI berulang mengimplikasi kesuksesan yang berhubungan dengan factor resiko, termasuk tingkah laku, emosi, distress yang berhubungan dengan penurunan serangan jantung.
b. Hasil di Bidang Psikologis
Kejadian terapi psikologis dan edukasi pada kardiak rehabilitasi akan menurunkan faktor resiko dan stress psikologis merupakan hal yang masih berupa dugaan dan belum dapat disimpulkan. Dua meta analisis mendukung penggunaan terapi tersebut tetapi 3 meta analisis lain tidak. Penjelasan yang mungkin dari hal tersebut adalah karena subjek yang digunakan memiliki gejala psikologis yang relative rendah, tidak adanya alat ukur yang tepat umtuk mengukur perubahan psikologis, dan kurangnya pelatihan terhadap para pelaku intervensi psikologis.
4. Prinsip perubahan tingkah laku
a. Target terapi
Berdasarkan bukti penelitian, didapatkan bahwa metode yang menggunakan target terapi sesuai kebutuhan pasien secara individu akan lebih efektif dalam merubah tingkah laku daripada menerapkan semua aspek dalam suatu program kepada setiap pasien. Hal ini sesuai dengan program yang telah diterapkan oleh British Association for Cardiac Rehabilitation (BACR) dan Scottish Needs assessment Programme (SNAP). Dengan demikian maka terapi psikologi dan intervensi terhadap tingkah laku harus diterapkan sesuai target yang disesuaikan degna kebutuhan pasien secara individu.
b. Prinsip psikologi dan model perubahan tingkah laku
Beberapa model terapi psikologi memberikan keberhasilan dalam perubahan tingkah laku, yaitu :
 Cognitive Behavioural Therapy (CBT) adalah struktur terapi yang bertujuan membengkitkan kepercayaan, asumsi, pola pikir dan kebiasaan. CBT dapat membantu pasien mengidentifikasi pemikiran yang tidak berguna dan mengetahui penyebab yang mendasarinya, dan serta memberi solusi yang dapat diterapkan untuk mengelola perubahan tingkah laku, pola pikir, dan keadaan jiwa/suasana hati. CBT efektif dalam kondisi psikis yang beragam, misalnya kecemasan, depresi, gangguan pasca trauma, dan kondisi medis (misalnya pada pasien angina).
 Health Behavioural and Illness Representation Models, bersama-sama dengan metode enhancing self-effifacy, memberikan kekuatan tambahan dalam proses perubahan tingkah laku. Model ini juga termasuk dalam prinsip cognitive-behavioural.
 Motivational interviewing adalah model yang dapat membantu pasien membangun komitmen dan merealisasikan suatu keputusan untuk berubah. Dengan metode ini, maka motivasi yang timbul berasal dari pasien sendiri (intrinsik), bukan berupa paksaan, sehingga akan memperkuat perubahan tingkah laku. Metode ini dapat digunakan ketika pasien ambivalen atau menentang untuk berubah. Strategi ini berasal dari beberapa model terapi. Motivasi ini dapat diterapkan secara jelas kepada pasien jantung dan digunakan efektif dalam penelitian secara randomize trial mengenai perubahan tingkah laku sebelum revaskularisasi koroner.
Metode sistematik dan pendekatan secara individual di atas berbeda secara kualitatif dibandingkan edukasi, dimana jika diterapkan tanpa metode lain tidak efektif untuk menghasilkan perubahan tingkah laku.
c. Prinsip edukasi
Dari analisis mengenai edukasi kesehatan pada pasien penyakit jantung menyatakan bahwa hal terpenting untuk efektifitas edukasi adalah kualitas dari intervensi, yang tergantung dari hubungan kelima prinsip pembelajaran pada obyek dewasa, yaitu :
 Relevansi (menyesuaikan pengetahuan, kepercayaan, dan kondisi pasien)
 Individualisasi (menyesuaikan kebutuhan personal)
 Feedback (memberikan informasi mengenai kemajuan dengan pembelajaran atau perubahan)
 Reinforcement (memberikan hadiah/penghargaan atas kemajuan)
 Fasilitas (memberikan cara untuk melakukan sesuatu dan mengurangi rintangan)
Behavioural technique seperti self-monitoring dan personal communication, termasuk teknik tertulis atau teknik audiovisual akan meningkatkan hasil yang dicapai. Jenis atau durasi intervensi dinyatakan tidak berhubungan dengan efektivitas intervensi.
Rehabilitasi jantung komprehensif diartikan sebagai prinsip edukasi pada obyek dewasa dan perubahan tingkah laku.

4. Intervensi edukasi dan psikologi
a. Heart manual
Heart Manual adalah rehabilitasi behavioural kognitif selama 6 minggu pada pasien post miokard infark. Dikembangkan dari Health Belief Model, program ini didesain untuk mengoreksi perbedaan persepsi tentang penyebab serangan jantung, dan dalam waktu yang sama membantu pasien membangun strategi untuk mengahadapi stres. Hal tersebut meneankan pada self-management, tetapi harus direkomendasikan oleh seorang dokter dan dilayani oleh perawat professional. Healt manual adalah salah satu jalan memberikan edukasi dan dukungan psikologi untuk pasien post infark miokard, walaupun beberapa pasien tetap membutuhkan bantuan orang lain.
Heart Manual direkomendasikan untuk memfasilitasi rehabilitasi jantung secara komprehensif.
b. Terapi depresi dan kecemasan
Antidepresan dapat menurunkan depresi pada pasien dengan penyakit-penyakit fisik seperti penyakit jantung kongestif. Beberapa randomisasi trial mengindikasikan bahwa intervensi psikologi dini dapat memperbaiki suasana hati pada pasien jantung.
Walaupun derajat ansietas dan depresi berhubungan dengan gejala seperti sulit tidur, sulit konsentrasi, kurang energi, suasana hati kurang baik sering didapatkan pada pasien penyakit jantung. Perasaan tidak senang yang berkepanjangan atau ansietas tidak selalu dan tidak harus diterima sebagai reaksi yang tepat.
Semua pasien jantung yang mengalami kecemasan dan depresi harus mendapatkan terapi yang tepat. Bila diperlukan antidepresan maka harus dipiliha yang tidak menimbulkan efek samping pada jantung.



c. Terapi psikologis
Terapi psikologi merupakan kelanjutan dari konseling secara umum, yang awalnya para praktisi menggunakan metode psikologis namun tidak ada pelatihan secara khusus, sampai dengan sekarang digunakan model teori spesifik dengan praktisi yang di latih secara khusus. Program rehabilitasi jantung mempunyai akses terbatas untuk melatih para terapis, sehingga implikasinya adalah banyak distress psikologis yang dialami pasien dengan penyakit jantung.
Terapi psikologi sederhana, seperti terapi yang memfokuskan terhadap solusi, mungkin lebih tepat untuk pasien dengan stress tingkat ringan, dan akan mendapat hasil efektif bila petugas rehabilitasi mengetahui kebutuhan pasien. Pengalaman terapis sangat mempengaruhi keberhasilan suatu terapi. Pasien dengan problem yang lebih komplek (menengah-berat) membutuhkan terapis yang telah dilatih khusus dan berpengalaman menggunakan teknik khusus misalnya teknik cognitive behavioural therapy.

6. Aspek perubahan tingkah laku
a. Berhenti merokok
Status merokok pasien harus diketahui pada semua pasien serta metode berhenti merokok pada pasien perokok. Nasehat singkat dari praktisi kesehatan, konseling kelompok dan perorangan, dan nicotine replacement teraphi dapat meningkatkan jumlah perokok yang berhenti merokok.
b. Pola makan dan diet yang sehat
British Dietetic Association membuat panduan diet pada prevensi sekunder penyakit jantung, dimana dengan meningkatkan konsumsi asam lemak omega-3 (dari minyak ikan dan minyak lobak) dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur minimal 5 porsi tiap hari. Dianjurkan untuk mengurangi konsumsi lemak jenuh dan diganti secara parsial maupun total dengan lemak tidak jenuh. Pedoman ini khususnya ditujukan kepada pasien yang membutuhkan penurunan berat badan atau tidak berhasil dalam program penurunan kadar lipid.
c. Aktivitas seksual
British Heart Foundation telah menerbitkan fakta-fakta tentang aktivitas seksual pada pasien infark miokard.


























BAB III
TERAPI LATIHAN

Komponen latihan pada rehabilitasi jantung terdiri dari pengenalan kondisi fisik pasien dan pengetahuan tentang latihan rutin untuk melindungi serangan penyakit jantung. Fisik yang tidak aktif meningkatkan risiko tinggi terjadinya penyakit jantung koroner dua kali lipat. Latihan terstruktur merupakan terapi intervensi yang merupakan inti dari rehabilitasi jantung.
A. Manfaat terapi latihan kebugaran
1. Mortalitas dan luaran terapi pada penyakit`kardiovaskular
Randomised trial mengemukakan dua tipe exercise-based cardiac rehabilitation, yaitu: exercise dan exercise beserta aspek psikologi dan intervensi pendidikan, biasanya akan menghasilkan rehabilitasi jantung yang komprehensif.
Berdasarkan penelitian mengenai Laki-laki dan perempuan pada semua umur dengan infark miokard, revaskularisasi, atau angina ditemukan bahwa exercise dapat menurunkan penyebab kematian sebesar 27%, cardiac death sebesar 31%, nonfatal infark miokard dan revaskularisasin sebesar 19%. Manfaatnya dapat memperpanjang usia sebanyak 2,4 tahun.
Terdapat dua kemungkinan yang menyebabkan kegagalan rehabilitasi jantung komprehensif, yaitu tidak terstrukturnya exercise pada rehabilitasi jantung yang melibatkan aspek psikologi dan pendidikan kesehatan. Penyebab lainnya adalah exercise hanya ditujukan pada pre trombolisis. Ini berarti manfaat rehabilitasi komprehensif mencakup trombolisis, terapi profilaksis, dan revaskularisasi.
2. Luaran Psikologis dan luaran program lain
Terdapat banyak pendapat mengenai penurunan jumlah kematian dan reinfark bukan satu-satunya ukuran efektivitas rehabilitasi jantung. Hanya dengan melakukan exercise dapat menerapkan physical performance, strengthening otot, latihan bernapas. Rehabilitasi jantung komprehensif dapat meningkatkan fungsi psikologi, perbaikan social, dapat kembali bekerja, dan factor risiko biologi.
B. Safety issues
Sebagian besar pasien akan memperoleh manfaat terapi apabila melakukan sedikitnya exercise intensitas rendah sampai sedang. Walaupun pasien dengan kondisi klinik tidak stabil tidak dimasukkan dalam program latihan.
Hasil penelitian salah satu pusat rehabilitasi menyatakan terdapat empat komplikasi besar (tiga cardiac arrest dan satu non fatal miokard infark) terjadi dalam periode sembilan tahun. Tiga cardiac arrest dapat terjadi pada pasien yang telah menjalani training exercise lengkap selama 12 minggu kemudian menjalani program pemeliharaan.
C. Penilaian sebelum terapi latihan
Stratifikasi resiko klinik berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan ECG yang dikombinasikandengan uji kapasitas fungsional seperti walking tes atau walking tes selama enam menit.
Yang termasuk pasien dengan resiko tinggi, adalah sebagai berikut:
 Pasien dengan riwayat infark miokard sebagai komplikasi gagal jantung, shock kardiogenik dan atau aritmia ventricular komplek.
 Angina atau dispnoe pada exercise ringan, misalnya tidak dapat menyelesaikan walking test pada empat menit pertama.
 Depresi ST segment > 1 mm pada ECG kondisi istirahat.
 Depresi ST segment > 2 mm atau angina pada level < 5 METS ( 3 menit pad protokol Bruce)
Tes kebugaran dan ekokardiografi direkomendasikan untuk menilai iskemia residual dan fungsi ventrikular tapi bukan suatukeharusan pada rehabilitasi jantung kecuali untuk latihan dengan intensitas tinggi atau pasien-pasien dengan resiko tinggi.
Stratifikasi resiko klinik sudah cukup untuk menilai pasien dengan resiko ringann sampai sedang yang menjalani latihan dengan intensitas rendah sampai sedang.
Tes kebugaran dan ekokardiografi direkomendasikan untuk pasien dengan resiko tinggi dan atau latihan dengan intensitas tinggi ( dan sesuai untuk menilai iskemi residual dan fungsi ventrikular).
Kapasitas fungsional sebaiknya dievaluasi sebelum dan saat menyelesaikan latihan kebugaran dengan menggunakan pengukuran yang valid dan reliabel.
1. Shuttle walking test
Shuttle walking test telah lama dilakukan pada pasien-pasien dengan penyakit pernafasan, tapi baru-baru ini juga digunakan untuk menilai kapasitas fungsional sebelum dan setelah rehabilitasi jantung pada pasien-pasien yang telah menjalani operasi jantung atau penanaman pacemaker dan pasien-pasien gagal jantung kronik.
Shuttle walking test dapat menjadi alternatif untuk untuk tes kebugaran yang dapat memberi informasi pada tim rehabilitasi untuk memilih program exercise yang tepat dan sekaligus dapat menilai kemajuan selama rehabilitasi jantung tanpa membutuhkan teknisi jantung, physicians atau alat yang mahal.
Perbandingan pasien:staf sebaiknya tidak melebihi 10:1 selama sesi latihan. Staf yang telah menjalani training basic life support dan mampu menggunakan defibrilator diperlukan pada kelompok latihan pasien-pasien dengan reiko rendah sampai sedang. Dibutuhkan sekurang-kurangnya satu staf yang telah menjalani training advanced life support untuk pasien-pasien dengan resiko tinggi dan kelas dengan latihan intensitas tinggi.






D. Terapis
Tidak ada kesepakatan pada jumlah terapis untuk program-program latihan pada fase 3. UK guidelines merekomendasikan dua terapis terlatih selama latihan kebugaran dengan perbandingan pasien : terapis tidak lebih dari 5:1. Australian guidelines menganjurkan rasio pasien : terapis tidak melebihi 10 : 1. Terdapat satu kekurangan dari konsensus pada training life suppport, UK guidelines menganjurkan training basic life support untuk semua terapis, dan sekurang-kurangnya terdapat satu terapis pernah menjalani pelatihan advanced life support, sedangkan Australian guidelines tidak mengharuskan persyaratan untuk pasien-pasien yang menjalani latihan kebugaran dengan intensitas ringan sampai sedang.
E. Lokasi
Sejumlah penelitian randomised control trials dan studi observasional luas membuktikan bahwa latihan dengan intensitas ringan samapi sedang pada pasien dengan resiko rendah sampai sedang dapat dilakukan di rumah atau lingkungan tempat tinggal seaman dan seefektif jika dilakukan di rumah sakit. Pasien dengan resiko tinggi dan pasien yang menjalani latihan dengan intensitas tinggi sebaiknya hanya dilakukan di tempat-tempat yang memiliki fasilitas resusitsi lengkap dan staf yang terlatih dengan advanced life support training.
Pasien beresiko rendah sampai sedang dapat menjalani latihan dengan intensitas ringan sampai sedang di rumah atau lingkungan tempat tinggal seaman dan seefektif jika dilakukan di rumah sakit.
Latihan untuk pasien beresiko tinggi dan pasien yang membutuhkan latihan dengan intensitas tinggi sebaiknya melakukan latihan di rumah sakit atau tempat-tempat dengan fasilitas resusitasi yang lengkap. Sebagai catatan, pasien-pasien yang melakukan latihan di rumah sebaiknya mempunyai akses review secara regular dan disupport oleh staf rehabilitasi jantung.

G. Isi latihan
Cardio-respiratory fitness membutukan latihan aerobik dengan intensitas ringan sampai sedang, durasi panjang dan gerakan berulang dan kelompok otot besar. Frekuensi, intensitas dan durasi lathan bisa bervariasi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pilihan terbaik untuk tiap individu menentukan jenis aktifitas yang sesuai. Yang termasuk dalam latihan aerobik adalah bersepeda, berjalan, jogging, rowing, atau calisthenic. Di inggris, sirkuit latihan aerobik tradisional digunakan untuk kelompok-kelompok latihan dan merupakan sebuah metode yang efektif untuk latihan jantung.
Sesi latihan sebaiknya adalah sebagai berikut:
 Pemanasan selama 15 menit
 Latihan aerobik 20-30 menit
 Pendinginan selama 10 menit
 Relaksasi 5-10 menit
1. Intensitas latihan
Terdapat beberapa studi baru tentang rehabilitasi jantung berbasis exercise dengan metode random pada pasien-pasien dengan intensitas latihan tinggi plus usual care atau usual care alone. Empat penelitian membandingkan latihan intensitas tinggi dengan intensitas ringan sampai sedang. Tiga diantaranya tidak menemukan perbadaan yang berarti pada angka kematian, infark ulang, kondisi fisik, psikologis, kapasitas kerja fisik atau kualitas hidup pasien setelah 12 bulan latihan. Pada satu studi, pasien-pasien dlam kelompok latihan intensitas tinggi mengalami peningkatan maximal oxygen uptake yang signifikan.
Latihan dengan intensitas tinggi dapat dipertimbangkan untuk mereka dengan pekerjaan yang membutuhan fisik yang kuat, dan untuk pria atau wanita muda yang ingin berolahraga. Latihan dengan intensitas tinggi pada jantung adalah lebih dari 75 % heart rate maximum selama symptom limited exercise test. Walaupun latihan dengan intensitas tinggi jarang memicu takikardi ventrikular atau miokard infark, dianjurkan pertama tama para pasien menjalani limited symptom exercise test. Pada pasien beresiko tinggi sebaiknya tidak dilakukan atau dimonitor secara intensif selama latihan.
Latihan aerobik, latihan dengan intensitas ringan sampai sedang, yang dirancang sesuai dengan tingkat kebugaran, direkomendasikan untuk sebagian besar pasien yang menjalani latihan kebugaran.
2. Frekuensi dan lama latihan
Sebagian besar program rehabilitasi jantung berbasis exercise terbaru terdiri dari tiga sesi latihan per minggu selama 8 minggu atau lebih. Latihan 2 kali seminggu telah lama dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kerja fisik maksimum dengan dengan lam waktu yang asama. Studi lanjut menyebutkan hospital-based exercise ditambah dua home-based exercise sekali seminggu efektif dalam meningkatkan kapasitas kerja fisik seefektif hospital based-exercise saja selama 3 minggu. Ini menunjukkan bahwa gabungan dari latihan yang teratur, sesuai gaya hidup pasien lebih penting daripada latihan yang formal yang lama dengan frekuensi tinggi.
Komponen latihan formal dari rehabilitasi jantung sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya dua kali seminggu selama minimal delapan minggu.
Latihan sekali seminggu dengan ditambah dua sesi latiahan di rumah meningkatkan kapasitas latihan yang sama efektifnya dengan tiga kali seminggu latihan di rumah sakit saja.
H. Monitoring terapi latihan kebugaran
Intensitas latihan dapat dipantau baik dengan perceived exertion menggunakan Brog’s scale maupun dengan monitor denyut jantung. Perceived exertion scale menggambarkan intensitas secara subyektif dari latihan. Nilai Borg’s scale memiliki hubungan yang erat dengan pengukuran intensitas obyektif lain, syaitu oxygen uptake dan heart rate. Tujuannya agar pasien dapat mencapai suatu level yang ’comfortable breathlessneess’ ketika melakukan exercise dan membedakan antara latihan dengan intensitas tinggi dan intensitas sedang sampai berat. Pasien dapat mengambil beberapa sesi yang sesuai denganya dan mampu menggunakan skala in. Tingkatan perceived exertion sebaiknya hanaya digunakan sebagai panduan dalam intensitas latihan, seperti pada pasien jantung mungkin menunjukkan secara signifikan skor yang lebih rendah dari perceived exertion pada intensitas latihan yang diberikan dibanding kontrol dengan umur yang sesuai.
Monitor denyut jantung paling baik digunakan untuk membantu pasien sampai mereka familiar dan mampu menggunakan Borg’s scale.
Intensitas latihan sbaiknya dimonitor dan diatur dengan perceived exertion menggunakan Borg’s scale atau dengan monitor denyut jantung.
Tabel korelasi anatara level latihan dengan perceived exertion dan heart rate
Exercise training level Perceived exertion rate (Borg) Perceived breathing rate % maximal heart rate frome symptom limited exercise test





LOW

MODERAT

HIGH 6 No exertion et all
7 Very, very light
8
9 Very light
10
11 Fairly light
12
13 Somewhat hard
14
15 Hard (hevy)
16
17 Very hard
18
19 Very, very hard
20 Maximal exertion




SING

TALK

GASP




50-60

60-75

75-85




I. Latihan ketahanan
Kunci keberhasilan rehabilitasi jantung adalah untuk mengembalikan aktifitas hidup sehari-hari secara penuh. Hal ini membutuhkan latihan kekuatan otot sebaik latihan ketahanan aerobik. Ketahanan ( atau kekuatan) latihan mampu meningkatkan kekuatan otot, fungsi kardiovaskuler, resiko penyakit kardiovaskuler, dan psikologis dengan baik. Kebanyakan penelitian, dari latihan ketahanan rendah- sedang, (<70% kontraksi volunter maksimum) akan menyatu dalam badan setelah empat minggu setelah kejadian.
Pelatihan ketahanan secara tunggal atau single set, yakni dua sampai tiga kali perminggu (ketika latihan ditampilkan satu set sebagai pengulangan 10-15 detik), sama efektifnya dan lebih menghemat waktu dengan berlatih sekali tiap minggu dengan program multi set (ketika latihan dilakukan setiap dua atau lebih pada satu sesi).
Resiko sakit jantung ringann sampai sedang dapat ditangani dengan latihan ketahanan.
1. Pasien dapat mengambil keuntungan dari latihan aerobik yang diawasi terlebih dahulu daripada latihan ketahanan untuk memungkinkan mereka menguasai kemampuan memonitor dirinya dan secara teratur dan berlatih dengan giat.
2. Tekanan darah dapat meningkat selama latihan ketahanan lebih tinggi daripada selama latihan aerobik. Pasien hipertensi sebaiknya jangan didaftarkan terlebih dahullu sampai tekanan darah mereka terkontrol dengan baik.
I. Latihan ketahanan jangka panjang
Dibahas pada bab V.





BAB IV
PERLAKUAN-PERLAKUAN PADA BEBERAPA
KELOMPOK KONDISI PASIEN KHUSUS

Meskipun rehabilitasi jantung telah dijelaskan dapat sesuai pada semua pasien dengan penyakit jantung, kebanyakan peneliti peduli pada pria putih usia 50 tahunan dengan recent miokard infark atau operasi arteri koroner. Kelompok lainya yang menarik perhatian pada passien lebih tua, perempuan dan pasien berisiko tinggi dengan gagal jantung atau angina tidak dikelompokkan dalam kebanyakan penelitian, sampai sekarang kelompok ini menambah jumlah besar pasien dengan penyakit jantung koroner. Sejumlah kecil namun meningkat yang dilakukan sejumlah peneliti telah menghubungkan efek rehabilitasi jantung pada sub kelompok ini.
A. Pasca myocardial infarction
Sebagaimana telah didiskusikan pada Bab III, baik hanya latihan dan rehabilitasi jantung komprehensif menurunkan semua penyebab kematian dan kematian karena jantung, infark miokard non fatal dan revaskularisasi. Latihan telah menunjukkan peningkatan kemampuan fisik, kekuatan otot, dan gejala dari sesak nafas dan angina. Rehabilitasi jantung komprehensif menambah fungsi fisiologis, pemulihan sosial, kembali bekerja dan faktor resiko biologi. Program rehabilitasi sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan individu masing-masing pasien. Rehabilitasi jantung komprehensif direkomendasikan setelah infark miokard
B. Pasca coronary bypass dan angioplasty
Keuntungan dari latihan berdasar rehabiliatsi jantung untuk pasien yang akan menjalani revaskuularisasi tidak dipikirkan secara terpisah pada setiap identifikasi ulang. Tiga percobaan secara random termasuk penelitian Cochrane mengulangi kembali pelaporan efek latihan berdasar rehabilitasi setelah operasi bypass, sedangkan salah satunya terdiri dari hanya pasien yang telah menjalani angioplasty. Tak satu pun dari penelitian ulang ini didesain atau untuk memperkuat efek rehabilitasi jantung pada kejadian timbulnya penyakit atau kematian setelah revaskularisasi. Rehabilitasi jantung komprehensif bisa membuat penurunan serum lipid dan ketertarikan meningkatkan kesehatan setelah ooperasi bypass, padahal latihan rehabilitasi jantung saja hanya dihubungkan dengan peningkatan kemampuan latihan tetapi tidak ada efek pada lemak atau berat badan.
Pada penilitian tentang rehabilitasi jantung setelah angioplasty termasuk dalam penelitian ulang Cochrane, kelompok latihan tampak kecil kemungkinan butuh revaskularisasi selama folow up. Kemungkinan karena mereka tidak menjalani operasi bypass atau MI yang selamat, pasien angioplasty mempunyai sedikit perubahan gaya hidup dibanding pasien jantung lainnya dan kecil kemungkinan untuk menghadiri program rehabiliatsi jantung. Dua penelitian acak tambahan tentang rehabilitasi jantung post angioplasty telah diteliti. Salah satu menemukan bahwa rehabilitasi jantung meningkatkan kapasitas latihan, diet dan merokok tetapi tidak kualitas hidup atau faktor fisiologis, sementara yang lain menyediakan bukti lebih baru bahwa rehabilitasi jantung komprehensif setelah angioplasty menurunkan kebutuhan revaskularisasi yang akan datang.
Rehabilitasi jantung komprehensif direkomendasikan untuk pasien yang akan menjalani revaskularisasi koroner.
C. Stable angina
Pengulangan kembali hanya latihan rehabilitasi jantung pada pasien dengan angina telah menunjukkan mengembangkan kapasitas latihan, gejala dan iskemia. Rehabilitasi jantung komprehensif telah menunjukkan keuntungan sama dan keduanya menurunkan perkembangan atau lebih menurunkan kejadian aterosklerosis pada kelompok yang diteliti. Program yang termasuk ke dalam penelitian ini semua semakin intensive daripada perogram masa kini di Skotlandia.
Tiga penelitian baru-baru ini tentang hanya latihan pada rehabilitasi jantung mempertegas bahwa pelatihan ini meningkatkan kapasitas latihan. Salah satu menemukan pengembangan iskemi miokard pada tes latihan. Salah satu penelitian mengevaluasi efek pada kualitas hidup dan ditemukan perbaikan. Bukti dari dua penelitian menyarankan respon dari dosis yakni lebih menguntungkan dengan intensitas latihan lebih sering.
Dua penelitian acak terkontrol baru-baru ini dari rehabilitasi jantung komprehensif dilaporkan juga memberi manfaat. Pada salah satu percobaan terjadi lebih sedikit kejadian jantung pada kelompok yang diintervensi dan pada pasien yang lain yang menunggu untuk non urgent Coronary Artery Bypass Graft (CABG) telah meningkatkan kualitas hidupnya, meskipun lama inap di rumah sakit telah menurun dengan rata-rata hanya satu hari.
Rehabilitasi jantung komprehensif berdasar pengaruh lebih pada pendekatan perilaku kognitif telah dinilai pada salah satu penelitian acak melibatkan 80 pasien dengan angina. Terdapat perbaikan pada kapasitas latihan, emosi yang sedih, gejala dan ketidakmampuan. Suatu penelitian acak tentang pendidikan kesehatan untuk pasien dengan angina dengan perawatan primer di dapatkan peningkatan latihan, diet dan kualitas hidup tetapi tidak berefek pada kadar merokok, lemak, atau tingkat tekanan darah.
Pasien dengan stable angina sebaiknya dipertimbangkan untuk rehabilitasi jantung komprehensif jika mereka punya gejala yang terbatas.
D. Gagal jantung kronik/chronic hearth failure
Pengulangan kembali secara sistematis latihan berdasar rehabilitasi jantung pada angina stabil, gagal jantung kronis telah memberi keuntungan pada kapasitas latihan dan kemungkinan pada gejala. Keuntunganya kemungkinan berasal dari adaptasi perifer (vasodilatasi dan peningkatan kapasitas oksidasi otot) lebih kepada perbaikan fungsi ventrikel. Suatu RCT pada latihan gagal jantung dilaporkan memperbaiki kapasitas latihan, perfusi otot jantung, kualitas hidup, total kematian dan penerimaan rumah sakit. Suatu tinjauan di Eropa yang melibatkan 134 pasien disimpulkan bahwa latihan memperbaiki kapasitas latihan dan indikasi otomatis ( seperti variasi kecepatan detak jantung) bahwa latihan tersebut dapat dikerjakan baik di rumah sakit atau di rumah, hasil 16 minggu lebih baik daripada 6 minggu dan hal itu merupakan kombinaasi siklus ergonometri dan senam lebih baik daripada siklus ergonometry sendiri. Perempuan juga sama halnya dengan laki-laki, dan pasien yang lebih tua mampu berlatih bebas dari komplikasi dan dengan keuntungan dari gejala meskipun dengan efektifitas kecil pada pasien lebih muda.
Pada pengulangan kembali secara sistematis manajemen penyakit secara komprehensif, mendapatkan lebih sedikit perawatan rumah sakit dan peningkatan kualitas hidup, kapasitas fungsional, kepuasan pasien dan pelaksanaan dengan diet dan medikasi. Penelitian yang diulangi kecil dengan peserta diseleksi (yang cenderung sampai tua) dan intervensi termasuk pendidikan, dukungan sosial, perawat yang menindaklanjuti di rumah, latihan berjenjang, dan kadang-kadang masukan dari psikolog dan ahli obat. Pada penelitian terbaru di Skotlandia, perawat yang khusus merawat pasien dengan gaagl jantung dengan mengunjungi rumah, dan berhubungan lewat telepon. Intervensi dilakukan pada pendidikan, pengawasan penyakit, dukungan psikologis, menurunkan resiko dari pemondokan kembali rumah sakit untuk gagal jantung lebih dari setengahnya.
Terdapat bukti yang sedikit terhadap perlakuan hanya efek psikologis dan edukasi pada gagal jantung. Salah satu penelitian pre-post terhadap 50 pasien dilaporkan menurunkan pemondokan kembali di rumah sakit. Pada penelitian terbaru, pendidikan di rumah sakit dengan sebuah kunjungan rumah, telah ditemukan meningkatkan perawatan diri pasien, tetapi tidak mempunyai dampak terhadap pemondokan di rumah sakit.
Pasien dengan gagal jantung kronis, sebaiknya dipertimbangkan untuk rehabilitasi jantung komprehensif.
E. Pasien Lanjut Usia
Meskipun banyak pasien dengan penyakit koroner lebih tua dari 75 tahun, kelompok ini tidak diikutsertakan pada banyak penelitian rehabilitasi jantung. Mengulang kembali dengan sistematis mengindikasikan bahwa pasien lebih tua mendapat keuntungan serupa dengan pasien muda dari latihan berdasar rehabilitasi jantung. Penelitian acak terbaru tentang hanya latihan rehabilitasi jantung pada 101 pasien lebih tua, dengan penyakit jantung koroner, dilaporkan tidak hanya meningkatkan toleransi latihan namun juga meningkatkan aktivitas fisik, kualitas hidup dan kesehatan.
Salah satu penelitian acak terkontrol membandingkan dengan primer perawatan dasar rehabilitasi jantung komprehensif (konsultasi dan latihan) dengan perawatan biasa. Pengambilan dari komponen latihan adalah rendah (20%). Walaupun seperti ini, terdapat lebih sedikit pemondokkan kembali rumah sakit dan kunjungan ke unit gawat darurat pada kelompok yang di intervensi. Penemuan ini sejalan dengan pengulangan kembali secara sistematis manajemen penyakit pada pasien dengan gagal jantung, kebanyaakan mereka adalah lebih tua.
Orang yang lebih tua sebaiknya ikut serta dalam program rehabilitasi jantung komprehensif.
F. Pasien wanita
Wanita tidak banyak diikutsertakan pada awal penelitian rehabilitasi jantung, terhitung sekitar hanya 4% dan 11% pasien didaftarkan dalam latihan saja dan penelitian rehabilitasi jantung komprehensif.
Pengulangan kembali secara sistematis menunjukkan bahwa wanita mendapat manfaat dari latihan berdasar rehabilitasi jantung dalam hal kapasitas fungsional sedikitnya sebanyak laki-laki. Tinjauan terhadap 134 pasien dengan gagal jantung dalam tahap pelatihan ditemukan bahwa manfaat pada wanita sedikitnya sebanyak laki-laki dalam hal peningkatan kapasitas latihan dan peningkatan autonomic indices.
Kebanyakan perempuan telah masuk kriteria dalam hal penelitian psikologis dan intervensi pendidikan. Pada penelitian terbaru, lebih dari 34% pasien pada beberapa penelitian adalah perempuan, dengan keyakinan bahwa manfaat pada perempuan sama banyaknya dengan pada laki-laki. Pengulangan kembali secara sistematis yang lain dilaporkan pada 12 program komprehensif ditujukan pada perubahan gaya hidup(kebanyakan berdasar pendidikan meskipun beberapa intervensi psikologis dan program latihan) yang termasuk perempuan. Pada kebanyakan penelitian memberi manfaat sama dengan laki-laki.
Wanita sebaiknya diikutsertakan program rehabilitasi jantung komprehensif.
G. Kelompok lain
1. Pasien transplantasi jantung
Beberapa penelitian telah memeriksa efek dari rehabilitasi jantung pada pasien setelah transplantasi jantung. Suatu RCT kecil dibandingkan dengan enam bulan latihan berdasar program rehabilitasi jantung dengan perawatan biasa. Terdapat peningkatan dalam kapasitas latihan dari kelompok yang terlatih. Suatu seri dari penelitian lima observasi kecil juga menyarankan bahwa latihan berdasar rehabilitasi jantung meningkatkan toleransi latihan pasien tersebut.


2. Pasien operasi katup
Terdapat sejumlah kecil bukti manfaat dari rehabilitasi jantung setelah operasi katup. Suatu penelitian kecil non random melaporkan bahwa tidak ada perbedaan pada toleransi latihan diantara kedua kelompok (juga tidak dilaporkan tingkat aktivitas fisik)

3. Pasien dengan penyakit jantung kongenital
Dalam suatu penelitian non random terkontrol di Norwegia, anak-anak dengan penyakit jantung kongenital yang telah diawasi dengan tanggung jawab latihannya tampak mendapat beberapa peningkatan dalam kapasitas latihan dan fungsi psikologis dibanding dengan kelompok kontrol. Penelitian yang melibatkan anak-anak Cina (ditinjau ulang secara abstrak) dengan penyakit jantung kongenital telah menemukan bahwa kebiasaan dan latihan meningkatkan perawatan diri, pelaksanaan dan penurunan lama tinggal di rumah sakit.

4. implantable cardioverter defibrillators
Pasien dengan implantable cardioverter defibrillators (ICDs) mempunyai tingkat distress psikologi yang tinggi dan berlanjut menjadi berisiko mati jantung mendadak. Kemungkinan ada manfaatnya dengan rehabilitasi jantung komprehensif tetapi masih dibutuhkan penelitian dalam hal ini.







BAB V
FOLLOW UP JANGKA PANJANG

Untuk jangka waktu lama, sebagian besar pasien dengan penyakit jantung menerima sebagian besar atau bahkan keseluruhan terapi dari primary care dan masyarakat. Ketika proses penyembuhan selesai, penekanan dari rehabilitasi jantung berubah menjadi tujuan jangka panjang untuk menjaga aktifitas fisik dan perubahan gaya hidup dengan terapi sekunder obat profilaksis yang tepat. Batasan antara rehabilitasi jantung, pencegahan sekunder, dan primary care dengan obat masih belum jelas. Tujuan akhir dari semua itu adalah perawatan jantung yang komprehensif.
Beberapa pasien dapat sembuh, tapi yang lain tetap mempunyai gangguan dalam kesehatannya. Orang dengan penyakit jantung koroner kadang harus mondok di rumah sakit, dan mempunyai resiko tinggi untuk terjadi infark dan reinfark. Gaya hidup sehat dapat mengurangi resiko kejadian koroner, namun hal tersebut sulit untuk dicapai dan dijaga. Terapi obat efektif, tapi uptake dan pemenuhannya biasanya tidak bisa optimal. Disarankan untuk mengubah gaya hidup dan pengobatan sekunder dengan obat yang berdasarkan panduan SIGN. Penelitian terbaru tentang terapi profilaksis jantung memperlihatkan meluasnya penggunaan terapi statin untuk semua pasien dengan penyakit koroner tanpa melihat kadar kolesterol serum pasien.
Tabel Modifikasi gaya hidup dan terapi obat pada prevensi sekunder penyakit jantung koroner
Terapi obat Aspirin (75 mg/hari) atau Klopidogrel (75 mg/hari)
Statin (jika kolesterol total > 5 mmol/L)
Β-Bloker
ACE Inhibitor
Hipertensi Penurunan tekanan darah (jika tekanan darah > 140/90 mmHg
Merokok Beri saran untuk menghilangkan kebiasaan merokok
Terapi penggantian nikotin
Diet Tingkatkan asupan buah dan sayur (5 porsi sehari)
Tingkatkan asupan asam lemak omega 3 (minyak ikan)
Ganti asam lemak jenuh dengan asam lemak tidak jenuh (minyak zaitun)
Penurunan berat badan jika obesitas (BMI > 30 kg/m2
Latihan Secara teratur dengan intensitas ringan sampai sedang (3-5 kali per minggu)
Diabetes Optimalkan gula darah dan tekanan darah

1. Peralihan perawatan ke primary care
Ketika pasien telah dirawat di rumah sakit, perawatan berubah dari secondary care menjadi primary care. Hal itu perlu fleksibel sesuai kebutuhan pasien sebagai individu. Banyak dari aspek perawatan yang hilang selama proses peralihan tersebut, dan banyak bukti yang menunjukkannya. Ada sedikit bukti tentang bagaimana peralihan tersebut menjadi meningkat. Komunikasi yang baik menjadi langkah pertama. Kadang, informasi khusus harus disediakan dengan detail tentang terapi dan rehabilitasi jantung terbaru, saat monitoring, dan rencana terapi masa datang
2. Follow Up pada primary care
Hasil dari 12 prevensi sekunder pada penyakit jantung koroner secara trial random menunjukkan bahwa program terstruktur dari manajemen penyakit meningkatkan factor resiko dan meningkatkan pencegahan sekunder. Terjadi penurunan rawat inap dan meningkatkan kualitas hidup. Program yang termasuk multifaktorial dengan setengahnya adalah terapi medis dan perubahan gaya hidup.
Pada penelitian pertama di Belfast, petugas kesehatan dilatih untuk member pendidikan kesehatan tentang diet, latihan, dan merokok, bagaimana memeriksa tekanan darah. Setelah 2 tahun dilaporkan terjadi perubahan signifikan pada aktifitas fisik dan diet pada kelompok, tapi tidak ada perubahan pada merokok, tekanan darah, dan kadar lipid. Penurunan terjadinya angina dan nilai lebih bagus untuk mobilitas fisik berdasar skor Nottingham. Total mortalitas juga menurun. Akan tetapi setelah 3 tahun penghentian intervensi, semua manfaat yang ada menjadi hilang.
Pada penelitian kedua di Grampian, dengan prevensi sekunder. Pada tahun pertama, pasien yang menggunakan aspirin mempunyai tekanan darah dan kadar lipid yang lebih baik, aktifitas fisik sedang, dan lemak lemak yang rendah, tapi tidak ada perbedaan dalam merokok. Terapi klinis meningkatkan kualitas hidup pasien, terutama aspek fisik dan fungsional, dan lebih sedikit pasien yang perlu perawatan di rumah sakit
Pada penelitian ketiga, tentang perawatan klinik. Pada tiga kelompok, prevensi sekunder yang paling baik ditemukan pada kelompok yang menggunakan aspirin.
3. Pelayanan kesehatan rawat jalan
Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pasien dengan komplikasi jantung mendapat manfaat dari rawat jalan. Manajemen klinik secara komprehensif pada pasien gagal jantung telah meningkatkan kualitas hidup, kapasitas fungsional, kenyamanan pasien dan pemenuhan obat, dan mengurangi rawat inap. Pengobatan ini dilakukan oleh ahli yang berpengalaman. Ada bukti yang menunjukkan bahwa tujuan terapi tidak akan tercapai tanpa follow up spesialis pada primary care.
Ada beberapa manfaat dari pasien angina yang dirawat secara intensif dan spesialistik di rumah sakit. Gejala akan berkurang. Program rawat jalan untuk pasien koroner telah mengurangi factor resiko, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi masa inap di rumah sakit.
4. Self Help Groups
Di skotlandia ada 19 Self Help Groups pada tahun 1994, terdapat pada pusat olahraga, sekolah dan universitas, rumah sakit, dan gereja, yang menyediakan perawatan penyakit jantung.
Pada tahun 2001, ada sekitar 30 grup jantung di skotlandia. Program tiap grup bervariasi termasuk latihan, relaksasi, ceramah, dan diskusi. Latihan dilakukan dengan bantuan fisioterapi, perawat, pelatih senam, tapi tidak ada yang dilengkapi dengan defibrillator.
Tidak ada bukti yang menunjukkan keefektifan dari Self Help Groups pada rehabilitasi jantung. Aspek penting dari Self Help Groups adalah interaksi antar orang dan kesempatan untuk bertukar pengalaman. Beberapa pasien menganggap sebagai kesempatan berharga, tapi beberapa yang lain tidak. Bukti tidak langsung dari program ini adalah adanya peningkatan fungsi psikososial yang ditemukan pada beberapa penelitian.
5. Program latihan jangka panjang
Latihan akan berarti bermakana pada rehabilitasi jantung jika dilakukan selama 12 bminggu atau lebih. Jika manfaat suda ada, latihan diteruskan untuk jangka panjang, tapi hal ini akan sulit dilakukan, terutama jika tanpa adanya supervisor. Beberapa orang mungkin memikirkan program latihan mereka, atau kembali ke olahraga mereka, bergabung dengan self help group, atau pusat olahraga, atau dengan home exercise.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pilihan yang satu lebih baik dari yang lain, jadi pilihan tentang program akan ditentukan oleh pasien sendiri. Pasien dengan penyakit koroner yang stabil, akan ditingkatkan dengan latihan aerobic sedang secara regular
Menurut The British Association for Cardiac Rehabilitation pasien yang akan melakukan program latihan jangka panjang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Kondisi kinis stabil
b. Mengerti gejala penyakit mereka (jika mendapat angina, mengerti bagaimana menggunakan sublingual nitrat)
c. Dapat mengatur latihan mereka sendiri
d. Dapat mencapai kapasitas latihan lebih dari 5 METS
Untuk dokter yang merawat, harus dapat memberikan informasi :
a. Tentang serangan jantung dan kondisi medis yang terkait
b. Progresifitas dari penyakit tersebut termasuk komplikasinya
c. latihan fase 3 dan penilaian kapasitas fungsional
d. Hasil tes toleransi jika tersedia
e. Penjelasan tentang pengobatan pada pasien
a. Instruktur kesehatan pada program pemeliharaan harus terdaftar dengan kualifikasi khusus
b. Jika lebih dari 5 tahun setelah penilaian, jika gejala muncul lagi, atau jika pasien memulai program latihan jangka panjang tanpa menyelesaikan latihan fase 3, disarankan penilaian faktor resiko klinis dan tes kapasitas fungsional dengan atau tanpa latihan.



BAB VI
KESIMPULAN

Rehabilitasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah kondisi pasien stabil. Perlu kerjasama dari keluarga dan teman pasien. Beberapa hal yang harus diinformasikan adalah sebagai berikut:
1. Pasien diberikan informasi mengenai kerja dasar dari jantung, angina dan infark jantung, serta faktor resiko gagal jantung.
2. Diskusi untuk modifikasi faktor resiko, misalnya merokok (tidak merokok dapat menurunkan 50% mortalitas karena infark miokard selama 5 tahun ke depan), bersama dengan program edukasi seperti diet, manajemen stress, dan terapi dengan obat.
3. Yakinkan pasien bahwa rehabilitasi jantung akan mempercepat kesembuhan pasien dengan penyakit jantung untuk sembuh dan kembali produktif, juga bahwa rehabilitasi jantung itu aman.
4. Hampir semua pasien dengan penyakit jantung mendapat manfaat dari rehabilitasi jantung. Tidak muda atau tua, wanita atau laki-laki.
5. Keberhasilan program rehabilitasi jangka panjang berhubungan langsung dengan pasien. Pihak yang paling penting dalam program ini adalah pasien.
Aspek psikologis rehabilitasi jantung yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pasien diingatkan mungkin mereka menjadi depresi atau mengalami gejala kecemasan akut selama beberapa hari atau minggu setelah mengalami infark dan hal tersebut wajar, namun tidak boleh putus semangat dan berlarut-larut.
2. Jika pasien tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan ketika sampai dengan pulang ke rumah, mereka harus berusaha melihat ini bukan sebagai suatu kemunduran, melainkan harus dievaluasi untuk tindak lanjut seterusnya.
3. Jelaskan kepada keluarga pasien bahwa kondisi kejiwaan yang tidak stabil mungkin terjadi setelah pasien pulang ke rumah. Pasien menjadi pemarah dan susah berkomunikasi dengan sekitar.
4. Beberapa minggu dan bulan setelah infark, keluarga dan teman pasien harus terlibat dalam program rehabilitasi jantung dan memberi semangat untuknya
5. Diskusi tentang konsulan perawatan, supervise jantung secara manual, primary care, secondary care, self-help groups.
6. Hubungan dengan petugas kesehatan harus terus berlanjut
Penyusunan program latihan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Diskusi tentang tujuan latihan, resiko, dan manfaatnya. Misalnya latihan tidak harus berat dan lama, langkah ringan 15-20 menit setiap hari atau 5 kali seminggu sudah cukup untuk pasien pasca infark.
2. Pasien harus memilih untuk latihan di rumah atau di rumah sakit atau bahkan keduanya. Perlu diberitahukan jenis latihan dengan intensitas ringan sampai sedang yang aman dan efektif untuk pasien.
3. Jika manfaat telah dicapai, latihan tetap dilanjutkan untuk jangka panjang.

Comments :

1
hadryonkaczmarski mengatakan...
on 

What to do when you win at slots? - DRMCD
These slots pay out in real time after 익산 출장안마 the 서산 출장안마 There are no bonus symbols at the game, 경기도 출장마사지 so that's the biggest reason why 군산 출장샵 you 서산 출장안마 can win at slots